Tag Archives: kalah

Lisan Seorang Mujahid (Ketika Kekalahan Terkadang Disebabkan oleh Ketergelinciran Lisan)

Seorang mujahid dituntut untuk ksatria di hadapan musuh-musuhnya. Ksatriaan tersebut harus mereka tunjukkan baik dari fisik mereka, ketangkasan, visi, misi, bahkan hingga statemen-statemen yang keluar dari lisan mereka. Karenanya, jika kita melihat ke belakang panggung sejarah Islam yang gemilang, bahwa para shahabat dan para ulama salaf terdahulu adalah para mujahidin yang lisan mereka kerap kali meciutkan nyali musuh-musuh Islam dan membuat mereka gentar. Tentunya hal tersebut karena keikhlasan mereka dalam berjihad dan kesesuaian jihad mereka dengan sunnah-sunnah Rasul-Nya.

Lihatlah shahabat Bilal bin Rabah –radhiyallahu ‘anhu-, ketika disiksa oleh tuannya di padang pasir yang membakar dan membara, maka yang keluar dari lisannya adalah kalimat: ahad, ahad. Siapa yang tidak mengenal shahabat Umar bin Khaththab –radhiyallahu ‘anhu-, ketika para shahabat berhijrah ke Madinah dengan cara sembunyi-sembunyi agar tidak diketahui oleh kuffar Quraisy, tetapi justru beliau berhijrah secara terang-terangan. Dengan menenteng sebilah pedang di tangan kanannya, meletakkan busur  di pundaknya, dan memegang beberapa anak panah dengan tangan kirinya, beliau mendatangi Ka’bah, menemui tokoh-tokoh Quraisy dan tetua mereka, yang selalu mengintimidasi muslim Makkah saat itu.

Setelah Thawaf tujuh kali di Ka’bah, dan shalat dua raka’at di Maqam Ibrahim beliau mendatangi setiap orang dari mereka dan berkata; “Celakalah kalian, barang siapa yang ingin ibunya kehilangan anaknya, barang siapa yang ingin anaknya menjadi yatim, barang siapa yang ingin istrinya menjadi janda, kemarilah, hadapi aku disini, Umar menantang.” Tidak seorangpun dari pemuka atau kesatria Quraisy yang maju. Demikianlah Shahabat Ali bin Abi Thalib –radhiyallahu ‘anhu- bercerita tentang hijrah Umar bin Khatab tersebut. Bahkan tidak sedikit, pekikan takbir yang digemakan oleh lisan-lisan para mujahidin di medan tempur membuat para musuh Islam (kuffar) ketakutan, ciut, dan gentar.

Karenanya, lisan seorang mujahid sangat penting. Pada satu sisi, ia mampu menciutkan nyali para musuh, membuat mereka gentar dan takut. Tapi di sisi yang lain, lisan seorang mujahid bisa berubah menjadi senjata penghancur massal bagi jama’ahnya, tanzhimnya, bahkan negaranya sekalipun. Untuk itu, seorang mujahid tidak boleh meremehkan perkara ini, mungkin ia kita anggap kecil dan remeh, tetapi sangat berharga bagi para musuh.

Sepatah Informasi yang Keluar dari Lisan Seorang Mujahid sangat Berharga Bagi Para Musuh

Kerahasiaan sebuah tanzhim dan jama’ah jihad adalah sangat penting. Demi keberlangsungan, kesolidan, dan keberhasilannya di masa yang akan datang. Oleh sebab itu, Islam tidak membiarkan para pelaku informan yang mengumbar rahasia kaum muslimin hidup bebas tanpa sanksi. Bahkan, jika seorang informan membongkar rahasia kaum muslimin karena loyalitasnya kepada kuffar maka hukuman pancung telah siap menantinya.

Furat bin Hayyan –radhiyallahu ‘anhu- menceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah memerintahkan seorang shahabat untuk membunuhnya karena dia adalah mata-matanya Abu Sufyan, dan juga sekutu bagi seorang Anshar. Ketika ia melewati sebuah halaqah kaum Anshar maka ia berkata: “Sesungguhnya saya adalah seorang muslim”, maka seorang dari kaum Anshar berkata: “Wahai Rasulullah sesungguhnya ia menyatakan dirinya seorang muslim”, lalu Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya diantara kalian ada laki-laki yang kembali kepada keimanan mereka (Islam), salah satunya adalah Furat bin Hayyan.” (HR. Abu Dawud, no. 2654).

Untuk itu, seorang mujahid diperintahkan untuk menjaga lisannya. Tidak membeberkan rahasia mereka kepada siapapun kecuali kepada orang yang telah dikenalnya (tsiqah). Namun, karena ketidakdisiplinan seorang mujahid, dan menganggap remeh hal-hal yang berkaitan dengan masalah ini, serta menganggap para musuh adalah macan ompong yang tidak punya kekuatan, tidak sedikit mereka yang dijebak oleh para infiltran yang menyusup di tengah-tengah majelis ilmu mereka, berbaur dengan mereka dan binaan-binaan mereka, sehingga para infiltran begitu leluasa bergaul dengan mereka dan mengorek informasi mereka, bahkan sampai-sampai para infiltran mengetahui kode-kode yang mereka gunakan untuk berkomunikasi, bermajelis dan bermuamalah di antara mereka. Wal’iyadzubillah.

Tak jarang kita dapatkan, seorang mujahid yang tidak disiplin, tergesa-gesa, terlalu semangat, berceloteh tentang jihad dan tanzhim yang dirinya berada di dalamnya di depan umum sebagaimana layaknya seorang pedagang ayam yang menawarkan dagangannya. Tanpa memperhatikan mana kawan dan lawan. Bahkan terkadang membanggakan tanzhimnya, membongkar rahasia-rahasianya, serta membeberkan program-program kerjanya. Ketika mereka dinasihati, serta merta mereka menuduh para pemberi nasihat tersebut dengan penakut, pengecut, tertipu, tidak punya nyali, qaidun dan tuduhan-tuduhan tidak ksatria lainnya. Padahal mereka adalah orang-orang yang mengintisabkan diri mereka kepada jihad dan mujahidin, yang tidak sepatutnya itu lakukan. Hal ini menunjukkan lemahnya pentadriban dan pentadbiran. Meremehkan sikap kitman dan kehati-hatian. Ghuluw dalam mengikuti kecendrungan diri tanpa memperhatikan realitas. Tidak sabar menghadapi keruwetan umat sehingga cenderung mengambil jalan pintas untuk menyelesaikan masalah. Atau ingin selamat sendiri tanpa memperhatikan teman-temannya yang lain. Yang terkadang menyebabkan kita tidak sabar untuk menerima ujian setelahnya. Wal’iayadzubillah.

Sebagai penutup, marilah sama-sama kita renungkan hadits berikut,

“Wahai manusia! Janganlah kalian berangan-angan untuk (cepat) bertemu musuh, mohonlah keselamatan kepada Allah, dan apabila kalian telah bertemu dengan musuh maka bersabarlah, karena ketahuilah bahwa jannah itu terletak di bawah kilatan pedang…” (HR. Al-Bukhari, no. 2966). Wallahu A’lamu bish Shawab.