Irshad Manji
Pendekar Lesbian Dari Gua Hantu
My name is Irshad. I’m a faithful muslim. I speak out against violance and human rights abuses in the name of God. Courage is not the absence of fear. Courage is the recognition that some things are more important than fear.
Bila kita membuka website http://www.irshadmanji.com, maka kalimat-kalimat di atas akan kita temukan dibanner website itu. Kata-kata yang tegas dan terang benderang itu terus menerus diulang, menggedor kesadaran dan keberanian kita untuk ikut berjuang seperti dia tanpa ada rasa ketakutan dalam melawan kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia atas nama Tuhan dan agama.
Bagi kalangan kita di Indonesia nama Irshad Manji mungkin dianggap berjenis kelamin laki-laki. Yang benar Manji berjenis kelamin perempuan yang mengancam posisi laki-laki dengan gebrakan pemikiran dan tindakannya.
Hal ini diakui oleh Dr. Khaleel Mohammed, seorang Imam yang belajar Ilmu Syari’ah di Muhamad bin Saud University Riyadh dan sekarang menjadi Professor Islam di San Diego State University. Dia mengatakan dalam pengantar buku Irshad Manji: The Trouble with Islam Today: A Muslim’s Call for Reform in Her Faith bahwa semestinya dia membenci Irshad Manji. Karena Manji telah mengancam posisi dia sebagai Imam lewat pemikiran-pemikiran yang kritis tentang Islam. Bila umat Islam menerima pemikiran Manji maka peran dia sebagai Imam yang mempunyai peran penting dalam menggawangi dan merumuskan ajaran Islam, akan selesai dan tidak berguna lagi. Selain itu, kata Mohammed, Manji juga mengancam posisinya sebagai laki-laki karena Manji terang-terangan mengakui kalau dirinya adalah seorang lesbian, yang menurutnya, status itu jelas-jelas dilaknat Allah.
Namun Mohammed buru-buru menyadari kalau ia tak sepatutnya membenci Manji. Lewat proses kegelisahan yang cukup panjang akhirnya Mohammed mengakui kalau apa yang dilakukan Manji selama ini lewat gebrakan pemikirannya yang selalu mengajak umat Islam untuk bersikap terbuka, toleransi, mengkritik kalangan Islam radikal, dan menentang penindasan, termasuk penindasan-penindasan yang dirasionalisasikan oleh para imam, sheikh, mullah, professor dan siapapun dengan berani berijtihad, adalah benar adanya.
Meski Mohammed menegaskan bahwa dia sendiri tak sepenuhnya setuju dengan pemikiran Manji, namun karena ajaran Islam itu sangat menghargai kebebasan berpikir maka usaha dan pemikiran Manji harus dipahami sebagai salah satu bentuk ijtihad dirinya yang meski dipuji dan dihargai. Apalagi tindakan Manji selama ini karena didasarkan pada ayat Alquran yang mengatakan: ” Wahai orang-orang yang beriman! jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapa dan kaum kerabatmu…”(Quran, 4:135)
Pengalaman Masa Kecil Manji
Manji dilahirkan di Uganda pada 1968 dari pasangan Muslim yang keturunan Arab-Mesir dan India. Antara tahun 1971 dan 1973, keluarganya merupakan salah satu dari ribuan muslim Uganda yang hijrah ke Barat karena tekanan dikatator militer saat itu, Jenderal Idi Amin Dada. Saat itu Jenderal Idi Amin hanya membolehkan masyarakat kulit hitam saja yang menempati negeri ini. Untungnya, Ayah Manji dan adik-adiknya termasuk keluarga yang mempunyai status yang cukup tinggi karena memegang bisnis perdagangan sebuah merk kendaraan yang prestisius. Tahun 1972, dengan bantuan pemerintah British, keluarga Manji diboyong ke Vancouver British Columbia, tepatnya di daerah Richmond, sebuah daerah middle class di wilayah Vancouver. Manji saat itu berusia 4 tahun.
Sejak kecil Manji sudah terbiasa dengan pertanyaan-pertanyaan yang kritis dan selalu memrotes sesuatu yang membuat dia tidak bisa menerimanya, baik di lingkungan keluarga atau agamanya. Seperti yang ia ceritakan dalam bukunya The Trouble with Islam Today, bagaimana dia memrotes tindakan ayahnya yang memukul pembantunya yang bernama Tomasi, yang berkulit hitam. Ayahnya memperlakukan pembantunya seperti budak. Tindakan itu tidak bisa dia terima tapi dia dan ibunya tak bisa berbuat apa-apa. Ayahnya punya pemahaman bahwa dia bisa melakukan apapun terhadap budaknya itu. Begitu juga terhadap dia, ibu, dan saudaranya. Ibunya pernah dipukul ayahnya dan ia melarang Manji untuk membela dan mengobati luka-luka ibunya. Ayahnya juga mengancam Manji kalau Manji melaporkan perbuatannya itu ke polisi. Manji sendiri pernah dipukul ayahnya sewaktu ibunya tidak di rumah sehingga dia kemudian lari dan bersembunyi di atas atap rumahnya. Di atas atap itu, dia membayangkan bisa hidup secara bebas dan jauh dalam mengeksplorasi semua tindakan, pemikiran dan cita-citanya.
Manji menggambarkan ayahnya sebagai tipe laki-laki yang sangat keras, galak, berkuasa dan menganggap dirinya sebagai kepala keluarga yang setiap ucapan dan tindakannya harus dibenarkan. Tipe lelaki seperti ini adalah prototype lelaki yang dipahami dalam pemahaman Islam mainstrem bahwa ayah (laki-laki) adalah segala-galanya, tidak bisa dilawan dan harus dituruti terus. Istilah Manji ketika merumuskan sosok ayahnya itu, ”tak pernah aku mendapatkan dan menemukan nilai cinta & kebahagiaan darinya.”
Dua tahun setelah beradaptasi hidup di Barat, ayahnya menemukan sebuah penitipan anak-anak (semacam chid care) gratis yang dikelola oleh Gereja Baptis Rose of Sharon. Setiap hari Minggu ia dititipkan ayahnya karena ia tidak suka dan tidak bisa melayani anak-anak sementara ibunya saat itu bekerja sebagai agen Avon (salah satu produk kosmetika perempuan) yang menjajakan produknya dari rumah ke rumah. Di gereja itu, Manji mendapatkan lingkungan yang cocok dengan dirinya. Pertanyaan-pertanyaan dia yang dianggap nakal dan subversif selalu dijawab oleh para pelayan di gereja itu dengan sabar tanpa pernah dimarahi atau dilarang. Misalnya pertanyaan: Yesus datang darimana, kapan Yesus hidup, siapa yang dinikahinya dan lain-lain. Semakin banyak ia bertanya, semakin senang orang-orang gereja itu menjawabnya. Sampai-sampai karena keaktifannya bertanya ia dianugerahi sebagai Most Promising Christian of the Year. Ia mendapat edisi buku bergambar yang berjudul 101 Bible Stories. Manji mengakui kalau ia sangat beruntung dengan periode hidup ini karena ia tidak mengenal terlebih dahulu Alquran sebagai satu-satunya buku yang merupakan sumber kekayaan hidupnya.
Setelah ia mendapatkan anugerah itu, ayahnya langsung mengeluarkan Manji dari gereja itu. Ia kemudian dimasukkan ke sekolah umum, Burnett Junior High, dan juga sekolah agama, madrasah. Tadinya Manji membayangkan kalau lingkungan madrasah akan sama seperti gereja. Tapi ternyata berbeda sama sekali. Pertanyaan dan kegelisahan yang keluar darinya soal agama yang selalu dia tanyakan ke gurunya, Mr. Khaki, selalu dianggap berbahaya dan subversif. Ia bertanya soal isu-isu keperempuanan misalnya soal jilbab, soal kenapa perempuan yang tidak bisa menjadi imam dan pemimpin, pemisahan laki-laki & perempuan, soal kebencian Islam terhadap Yahudi dan lain-lain. Mr Khaki selalu menjawab kalau ajarannya memang sudah begitu dan meminta Manji membaca Alquran terus menerus. Karena rasa ingin tahunya yang sangat besar, Manji membaca Alquran dengan terjemahan Inggris dan kemudian ia mengajak Mr. Khaki untuk berdiskusi lagi. Eh, Manji malah dikeluarkan dari madrasah karena terlalu banyak bertanya. Hal ini berbeda ketika ia berada di lingkungan gereja yang ia jalani sebelumnya.
Pengalamannya di madrasah itu sangat berkesan pada Manji dalam memahami ajaran Islam. Tentu saja maksudnya kesan jelek yang mendalam. Akhirnya untuk dua puluh tahun kemudian Manji mendalami sendiri Islam di perpustakaan-perpustakaan dan melalui tutor Bahasa Arab.
Pada dasarnya Manji bukanlah berlatar belakang studi Islam. Ia menyelesaikan pendidikan sarjananya di Universitas British Columbia dalam bidang Sejarah Ide. Di tahun 1990, dia mendapatkan penghargaan Governor General’s Silver Medal untuk lulusan bidang kemanusiaan. Kemudian bekerja di Parlemen Kanada menjadi asisten legislatif, sekretaris media di Pemerintah Ontario dan menjadi penulis naskah pidato untuk pemimpin New Democratic Party. Di usia 24 tahun, ia menjadi editor nasional untuk Ottawa Cittizen, dan menjadi anggota termuda sebagai editor di Canadian daily. Ia juga menjadi host dan produser untuk beberapa acara televisi dan memenangkan Gemini, penghargaan bergengsi televisi di Canada. Tahun 2002, ia menjadi penulis di Hart House Universitas Toronto, dari sinilah Manji mulai menulis buku The Trouble with Islam Today yang membuatnya kontrovesial.
Sekarang bukunya sudah diterjemahkan ke dalam 30 bahasa seluruh Dunia. Tahun ini akan terbit dalam bahasa Indonesia. Sekarang Manji menetap di New York dan sedang memimpin sebuah program yang bernama Courage Moral Project, sebuah program yang dikhususkan untuk anak-anak muda seluruh dunia.
Menjadi Feminis Muslim yang Lesbian
Secara terbuka Manji mengakui kalau dia adalah seorang feminis yang lesbian. Tentu saja dia menyadari kalau pilihannya itu beresiko terhadap pemahaman dan keyakinan keislamannya. Karena dalam pemahaman mayoritas umat Islam, agama yang dianutnya, dan agama lain pun, tak menerima bahkan mengutuk pilihan orientasi seksualnya. Ia mengakui ada pergulatan dalam dirinya apakah tetap menjadi muslim karena pilihan orientasi seksualitasnya itu atau keluar dari Islam. Bagi dia, sangatlah tidak adil untuk membenturkan dua pilihan hidupnya: menjadi lesbian membuat dia merasa bahagia dan indah, di sisi lain Islam adalah agama yang ia pilih dan jalani secara sadar, bukan sekedar karena Islam adalah agama keturunan yang ia anut dari kecil dan dari orang tuanya. Islam membuat ia merasa bahagia ketika menjalaninya karena ia menemukan banyak sumber kehidupan yang ia dapatkan dalam Islam. Ia katakan bahwa kebanyakan umat Islam atau orang beragama memeluk agamanya karena turun temurun, given, bukan pilihannya sendiri.
IHHHHHHHHHHHHHHH……SEREEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEMMMMMMMMMMMMMM DEEECHHHHHHHHHHHHH