Apa Yang Kita Harapkan Setelah Ramadhan? (Meretas Istiqamah Bakda Ramadhan InsyaAllah)

Apa Itu Istiqamah?

Istiqamah didahului oleh Iman, artinya: Imanlah yang kita perjuangkan.

Abu Amrah Sufyan bin Abdullah berkata’ “Ya Rasulullah, katakanlah bagi saya satu perkataan dalam Islam ini, yang setelah ini saya tidak perlu memintanya kepada orang lain. “Maka beliau menjawab, “Katakanlah saya beriman kepada Allah. Lalu Istiqamahlah kamu.” (HR. Muslim No. 38)

Shahabat Ali –radiyallahu ‘anhu- mengartikan “lalu istiqamahlah” adalah kerjakanlah apa-apa yang diperintahkan.

Imam Ibnu Zaid dan Qatadah mengatakan, “Beristiqamahlah dalam ketaatan kepada Allah”.

Imam Hasan Al-Bashri mengatakan, “Istiqamah atas perintah Allah dengan melaksanakan ketaatan dan menjauhi maksiat”.

Imam Mujahid dan Ikrimah menyatakan, “Istiqamah dengan syahadatnya hingga ia mati”.

Imam Sufyan Ats-Tsauri berkata, “Beramal sesuai dengan ucapannya”.

Apa yang diungkapkan oleh para ulama shahabat dan tabi’in di atas saling menguatkan. Kesimpulannya, sebagaimana yang diungkapkan oleh Imam Al-Qurthubi, “Selalu ta’at kepada Allah Ta’ala baik lewat keyakinan, perkataan maupun perbuatan”. (Tafsir Al Qurtubi: XV/358)

Jadi segala gerak-gerik hati, ucapan lisan, dan perbuatan anggota badan harus senantiasa dalam keta’atan kepada Allah Ta’ala, inilah pekerjaan yang disebut dengan Istiqamah. Pekerjaan yang selalu menimbang pahala dan dosa, akhirat dan dunia. Istiqamah berarti selalu beramal sholih dimanapun dan kapanpun kita berada. Istiqamah berarti rajin dan tidak lemah semangat. Berat memang, karena ukurannya adalah sampai kita menghadap kepada Allah Rabbul Izzati.

Allah berfirman:

“Janganlah kalian mati melainkan kalian dalam keadaan Islam”. (QS. Ali Imran: 102)

Derajat Istiqamah

Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah menyebutkan bahwa Istiqamah mempunyai tiga tingkatan, yaitu:

  1. Beramal dengan rajin tanpa berlebih-lebihan, sesuai dengan kemampuan dengan memelihara keikhlasan dan Ittiba’.
  2. Senantiasa membedakan antara hal yang dicintai Allah dan yang dibenci-Nya, perintah dan larangan, pahala dan dosa. Dengan demikian, bisa menyadari betul mana yang harus dikerjakan dan mana yang harus ditinggalkan.
  3. Selalu sadar dan mejauhi kelalaian. Lalai sesaat berarti kerugian tersendiri, karena pada hakekatnya waktu itu adalah diri kita sendiri. Bila ia berkurang, maka bagian dari diri kita juga ikut berkurang. (Tahdzib Madarijus Salikin, hal: 529).

Tiga Kabar Gembira

Dalam Surat Al Fushshilat ayat 30 dan 31 Allah menyebutkan beberapa fasilitas akhirat yang telah disediakan bagi orang-orang mukmin yang beristiqamah, yaitu turunnya malaikat kepada mereka. Menurut Imam Waki’ dan Ibnu Zaid, tiga kabar gembira itu adalah saat mati, dialam kubur dan ketika dibangkitkan.

Alangkah bahagianya bila kita bisa merasakan kenikmatan ini, ditiga kesempatan yang maha genting ini kita diberi kabar gembira oleh malaikat. Kabar gembira apakah itu???

  • “Janganlah kalian takut”. Imam Atha’ bin Abi Rabah menyatakan, “Jangan takut amalmu ditolak, karena Allah telah menerimanya”. Imam Ikrimah menyatakan, “Jangan takut masa depanmu diakhirat”.
  • “Jangan sedih”. Imam Mujahid menyatakan, “Jangan sedih memikirkan anak cucumu (yang engkau tinggalkan) karena cucumu Allahlah yang menanggung mereka”. Imam Atha’ dan Ikrimah menyatakan, “Jangan sedih memikirkan dosamu, Allah telah mengampuninya”.
  • “Bergembiralah dengan jannah yang telah dijanjikan”. Jannah, itulah janji Allah. Janji Allah yang tidak pernah diingkari-Nya. (Tafsir Al Qurtubi, XV:358-359). Wallahu A’lam.

Menanti Komitmen Anda Setelah Ramadhan

Setelah Ramadhan, manusia terbagi menjadi beberapa golongan:

Pertama: golongan yang tetap berada di atas kebaikan dan taat, maka tatkala bulan Ramadhan tiba, mereka menyingsingkan lengan baju mereka, melipat gandakan kesungguhan mereka, dan menjadikan Ramadhan sebagai ghanimah Rabbaniyah (harta rampasan perang karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala dan pemberian ilahiyah, memperbanyak kebaikan, menyongsong rahmat, menyusul yang terlewati, semoga ia mendapatkan anugerah. Maka tidaklah Ramadhan berlalu kecuali mereka telah memperoleh bekal yang besar, kedudukan mereka menjadi tinggi di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, kedudukan mereka bertambah tinggi di surga dan semakin jauh dari neraka.

Mereka menyadari bahwa tidak ada acara santai bagi mereka kecuali di bahwa pohon thuba (surga), maka mereka mengerahkan jiwa ini di dalam taat.

Mereka menyadari  sesungguhnya amal shalih tidak hanya terbatas di bulan Ramadhan, maka kamu tidak melihat mereka kecuali puasa satu kaum. Mereka selalu puasa enam hari di bulan Syawal, puasa hari Kamis dan Senin serta pada hari-hari putih. Air mata selalu membasahi pipi mereka di tengah malam, dan di waktu sahur istighfar mereka melebihi orang-orang yang penuh dosa. Mereka hidup di antara rasa khauf (khawatir/takut) dan raja` (mengharap), dan kondisi mereka adalah seperti yang difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala :

وَالَّذِيْنَ يُؤْتُوْنَ مَا آتوا وَقُلُوْبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُوْنَ

(Dan orang-orang yang memberikan apa yang mereka …dan hati mereka selalu merasa takut bahwa mereka akan kembali kepada Rabb-mereka).

Dan di dalam as-Sunan, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata: ‘Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membaca ayat ini, lalu aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah mereka orang-orang yang mencuri, berzinah, meminum arak, dan mereka takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.’ Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لاَ يَابْنَةَ الصَّدِّيْقِ ، وَلكِنَّهُمْ قَوْمٌ يُصَلُّوْنَ وَيَصُوْمُوْنَ وَيَتَصَدَّقُوْنَ وَيَخَافُوْنَ أَنْ يَرُدَّ اللهُ عَلَيْهِمْ ذلِكَ

Tidak wahai putri ash-Shiddiq, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang selalu puasa, shalat, bersedakah, dan merasa takut Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menerima semua itu.’

Merekalah orang-orang yang diterima. Merekalah orang-orang yang terdahulu (Sabiquun). Merekalah orang-orang yang memerdekakan jiwa mereka dan putih catatan amal ibadah mereka. Maka sangatlah beruntung, kemudian sangat beruntung bagi mereka.

Kedua: golongan kedua: Golongan yang sebelum Ramadhan berada dalam kelalaian, lupa, dan bermain. Maka tatkala tiba bulan Ramadhan, mereka tekun beribadah, puasa dan shalat, membaca Al-Qur`an, bersedekah, air mata mereka berlinang, dan hati mereka khusyu’, akan tetapi setelah Ramadhan berlalu mereka kembali seperti semula, kembali kepada kelupaan mereka, kembali kepada dosa mereka.

Maka kita katakan kepada mereka:

Barangsiapa yang menyembah Ramadhan maka Ramadhan telah mati dan barangsiapa yang menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala maka sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Hidup dan tidak pernah mati. Sesungguhnya Yang menyuruhmu beribadah di bulan Ramadhan Dia-lah yang menyuruhmu beribadah di luar bulan Ramadhan.

Wahai hamba Allah:

Wahai orang yang kembali kepada dosa-dosamu, maksiatmu, dan kelalaianmu: perlahanlah sebentar, berfirlah sejenak.

Bagaimana engkau kembali kepada keburukan, dan bisa jadi Allah Subhanahu wa Ta’ala telah membersihkan engkau darinya.

Bagaimana mungkin engkau kembali kepada perbuatan maksiat, kemungkinan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menghapusnya dari catatan amal perbuatanmu.

Wahai hamba Allah:

Apakah Allah subhanahu wa Ta’ala memerdekakan engkau dari neraka lalu engkau kembali kepadanya. Apakah Allah Subhanahu wa Ta’ala memutihkan catatan amalmu dari segala dosa dan engkau kembali menodainya?

Wahai hamba Allah:

Andaikan engkau mengetahui, maksiat apakah yang engkau terjerumus di dalamnya? Andaikan engkau mengetahui, bala’ apakah yang akan menimpamu? Sungguh telah mengganti kedekatakan menjadi jauh, kecintaan menjadi kebencian.

Wahai hamba Allah:

Hati-hatilah, janganlah engkau menjadi seperti wanita yang menghancurkan tenunannya setelah menjadi kuat.

Janganlah engkau menghancurkan sesuatu yang telah engkau bangun. Janganlah engkau menodai sesuatu yang telah engkau putihkan. Janganlah engkau kembali kepada kelupaan dan maksiat. Demi Allah, sesungguhnya engkau tidak membahayakan kecuali kepada dirimu sendiri.

Wahai hamba Allah, sesungguhnya engkau tidak mengetahui kapan engkau meninggal dunia, engkau tidak mengetahui kapan engkau meninggalkan dunia.

Maka hati-hatilah bahwa kematian mendatangimu, sedangkan engkau telah kembali kepada perbuatan dosa dan maksiat. Ingatlah:

إِنَّ اللهَ لاَيُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتىَّ يُغَيِّرُوْا مَا بِأَنْفِسِهِمْ

Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak merubah suatu kaum sehingga mereka merubah apa yang ada pada diri mereka.

Maka ubahlah keadaanmu, tinggalkanlah dosa-dosamu, menghadaplah kepada Rabb-mu , sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala menghadap kepadamu.

Ketiga: golongan ketiga: golongan yang datang dan perginya Ramadhan, kondisi mereka sama seperti keadaan mereka sebelumnya. Tidak ada sesuatu pun yang berubah dari mereka. Tidak ada perkara yang berganti. Bahkan, kemungkinan dosa mereka bertambah, kesalahan mereka menjadi lebih besar, catatan amal mereka bertambah hitam, dan leher mereka bertambah menyala ke neraka. Mereka itulah orang-orang yang benar-benar merugi.  Mereka hidup seperti kehidupan binatang. Mereka tidak mengenal untuk apa mereka diciptakan, terlebih-lebih mengenal kebesaran dan kehormatan Ramadhan. Sungguh, aku mendengar –demi Allah- salah seorang dari mereka bersenang-senang dan terang-terangan tidak puasa di siang hari bulan Ramadhan. Untuk golongan seperti ini tidak ada daya kecuali mendoakan mereka agar bertaubat yang nashuh, taubat yang tulus, dan barangsiapa yang bertaubat niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima taubatnya.

Wahai saudaraku, berikut ini beberapa ungkapan salafush shalih dari umat ini, demi Allah, sesungguhnya ucapan mereka sedikit akan tetapi menghidupkan hati.

Abu Darda` t berkata: ‘Jika salah seorang darimu ingin melakukan safar, bukankah ia mencari bekal yang cukup untuknya? Mereka menjawab: Tentu. Ia berkata: ‘Safar di hari kiamat lebih jauh, maka ambillah yang pantas untukmu. Berhajilah untuk perkara-perkara besar. Berpuasalah di satu hari yang panasnya yang luar biasa untuk panasnya di hari dikumpulkan (hari kiamat). Shalatlah dua rakaat di kegelapan malam untuk bekal di kegelapan kubur. Sedakahlah secara rahasia untuk hari yang berat.’

Al-Hasan Al-Bashri berkata: Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan Ramadhan sebagai arena pertandingan untuk makhluk-Nya, mereka saling berlomba padanya untuk taat kepada-Nya, maka satu kaum mendahului maka mereka menang, dan yang lain ketinggalan maka mereka rugi. Maka sangat mengherankan pemain yang tertawa di hari yang menang padanya orang-orang yang berbuat baik dan merugi orang-orang yang berbuat batil.’

Ya Allah, jadikanlah apa yang kami katakan sebagai hujjah untuk kami, bukan sebagai malapetaka atas kami. Wallahu A’lamu bish Shawab.

Maraji’ :

  1. Tafsir Al Qurtubi, Imam Al Qurthubi
  2. Tafsir Ibnu Katsir, Imam Ibnu Katsir
  3. Riyadlush Shalihin, Imam An Nawawi
  4. Tahdzib Madarijus Salikin, Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyyah
  5. www.islamhouse.com

2 responses to “Apa Yang Kita Harapkan Setelah Ramadhan? (Meretas Istiqamah Bakda Ramadhan InsyaAllah)

  1. Semoga menjadi insan yang lebih baik

  2. .adHeadline {font: bold 10pt Arial; text-decoration: underline; color: blue;}
    .adText {font: normal 10pt Arial; text-decoration: none; color: black;}

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.