Ramadhan, Bulan I’dad dan Jihad

Muqaddimah

Pembicaraan tentang bulan Ramadhan tidak lepas dari pembicaraan tentang jihad. Karena tidak sedikit jihad yang dilakukan oleh Rasulullah dan para shahabatnya dalam memerangi kekufuran dan kemusyrikan terjadi pada bulan Ramadhan. Dan setelah beliau, para ulama salaf juga mengikuti jejak tersebut, bahkan hingga hari ini gelora jihad di bulan Ramadhan belum padam, dan tidak akan padam hingga hari kiamat kelak.

Di antara peristiwa besar (amaliyah jihad) yang pernah terjadi pada bulan Ramadhan adalah sebagai berikut:

  1. Perang Badar yang terjadi pada tangal 17 Ramadhan tahun ke-2 Hijrah. Perang Badar dianggap sebagai perang terbesar dan kemenangan terbesar yang diraih oleh umat Islam di awal pertumbuhannya di Madinah.
  2. Fathu Makkah yang terjadi pada tahun ke-8 Hijrah. Jihad ini merupakan kemenangan untuk menghancurkan tuhan-tuhan berhala dan menancapkan panji kebenaran.
  3. Pada Ramadhan tahun ke-9 Hijrah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menerima utusan dari Tsaqif untuk membaiat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
  4. Pada Ramadhan tahun ke-15 Hijrah, terjadi perang Qadisiyyah dimana orang-orang Majusi di Persia ditumbangkan.
  5. Pada Ramadhan tahun ke-53 Hijrah, umat Islam memasuki pulau Rhodes di Eropa.
  6. Pada bulan Ramadhan tahun ke-91 Hijrah, umat Islam memasuki selatan Andalusia (Spanyol sekarang).
  7. Pada Ramadhan tahun ke-92 Hijrah, umat Islam keluar dari Afrika dan membuka Andalus dengan komandan Thariq bin Ziyad.
  8. Pada bulan Ramadhan tahun ke-132 Hijrah, Dinasti Umawiyah ditumbangkan dan berdirilah Daulah Abbasiyah.
  9. Pada bulan Ramadhan tahun ke-254 Hijrah, Mesir memisahkan diri dari Daulah Abbasiyah dengan pimpinan Ahmad bin Thaulun.
  10. Pada Ramadhan tahun ke-361 Hijrah, dimulainya pembangunan Masjid Al-Azhar yang kelak menjadi Universitas Al-Azhar di Kairo.
  11. Pada bulan Ramadhan tahun ke-584 H, Sholahuddin Al-Ayyubi mulai menyerang tentara Salib di Siria dan berhasil mengusir mereka.
  12. Pada Ramadhan ke-658 H., Umat Islam berhasil menghancurkan tentara Tartar di perang “Ain Jalut”
  13. Pada Ramadhan tahun ke-675 H., Raja Bebes dan tentaranya berhasil mengusir tentara Salib secara total.
  14. Pada bulan Ramadhan tahun ke-1393 Hijrah, tentara Mesir berhasil merebut terusan Suez dan mengusir tentara penjajah Israel dari Sinai.

Namun tidak sedikit dari umat Islam yang belum memahami masalah ini, terlebih lagi bagi mereka yang hanya ‘beribadah’ pada bulan Ramadhan saja, selesai bulan Ramadhan selesai pulalah amaliyah ibadah yang mereka lakukan.

Keutamaan Jihad di Bulan Ramadhan

Para shahabat terdahulu, apabila diberi pilihan kepada mereka untuk menger­jakan sepuluh perbuatan yang mubah, mereka mengambil satu saja. Yang sembilan mereka alo­kasikan untuk perbuatan wajib atau sunnah. Oleh karena itu, tidak mengherankan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para shahabat tetap menjalankan kewajiban jihad fi sabîlillâh sekalipun saat itu adalah bulan Ramadhan. Pada saat mereka sedang ber­puasa, di tengah panas terik, lapar dan dahaga, mereka rela menyabung nyawa untuk me­laksanakan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala:

Berangkatlahkamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah…” (QS. At-Taubah: 41).

Perang Badar Al-Kubra yang menjadi the turning point (titik balik) bagi ummat Islam terjadi pada bulan Ramadhan. Umat Islam, yang awalnya dikejar-kejar dan diusir dari kam­pung halamannya ternyata berhasil mengalahkan dan memukul mundur ten­tara Quraisy. Pembebasan kota Mak­kah oleh 10 ribu orang mujahidin yang dipimpin oleh Rasulullah yang mengakhiri peranan politik dan militer kaum jahiliyah juga terjadi pada bulan Ramadhan. Demikian pula penaklukan Anda­lusia (Spanyol dan Portugis) yang menandai peranan dan peradaban Islam terhadap ke­bangkitan dan pencerahan (renaissance) bangsa-bangsa Ero­pa juga terjadi pada bulan Ra­madhan. Kenapa kaum muslimin di masa lalu mampu melakukan tugas berat itu, sekalipun mereka sedang berpuasa?

Sebenarnya ini tidak mengherankan. Karena mereka tahu bahwa jihad itu termasuk amalan wajib yang paling utama dan puncaknya Islam (dzurwatul Islam). Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari disebutkan bahwa keti­ka Nabi ditanya, amalan apa yang paling utama, beliau menja­wab, “Iman kepada Allah. Lalu ditanya, setelah itu apa? Beliau menjawab, “Jihad fi sabîlillâh!” Keutamaan jihad juga ditetapkan Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai amalan yang mesti didahulukan oleh seorang mus­lim diatas kecintaannya kepada orang tua, anak, istri, keluarga, harta, bisnis, dan sebagainya. Lebih dari itu, jihad diletakkan setelah kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Katakanlah: ‘Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya’, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At-Taubah: 24).

Tidak hanya itu saja, ummat yang me­ninggalkan jihad, menyibukkan diri berbisnis, beternak, dan bertani, bakal di­timpa kehinaan hingga mereka kembali ke jalan agama Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan cara memuliakan jihad fi sabîlillâh.

Di samping itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menjanjikan pahala yang besar, berupa surga bagi orang yang berjihad dan memperoleh mati syahid di medan jihad fisabilillah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Sesungguhnya Allah telah mem­beli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan syurga untuk mere­ka. Mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar.” (QS. At-Taubah: 111).

Selain itu, Rasu­lullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengabarkan bahwa orang yang berpuasa dalam ke­adaan jihad fi sabîlillâh pasti di­jauhkan dari api neraka sejauh-jauhnya. Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, Muslim, dan At-Tirmidzi bahwa Rasulullah bersabda:

Tidaklah seorang hamba ber­puasa dalam satu hari dalam jihad fi sabîlillâh melainkan pada hari itu, Allah menjauhkan wajah­nya dari neraka sejauh perja­lanan 70 tahun.”

Dalam hadits lain disebutkan bahwa Rasulullah bersabda:

Siapa saja yang shaum satu hari di dalam jihad fisa­bilillah niscaya Allah akan menjauhkan antara dia dan neraka dengan satu parit yang luasnya seluas langit dan bumi.” (HR. Ath-Thabarani).

Bahkan, kaum Muslim yang bertugas di front terdepan menjaga perbatasan negeri Islam dan senantiasa menghadapi an­caman tentara kafir, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan kepada mereka ganjaran luar biasa yang tak bakal bisa diberikan oleh siapa pun selain Dia. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

Maukah kukabarkan kepada kalian tentang suatu malam yang lebih utama dari pada Lailatul Qadar? Dia adalah malamnya seorang pengawal yang sedang mengawal pasukan kaum Muslim yang sedang istirahat di tanah perkemahan yang mena­kutkan sehingga dia merasa seolah-olah dia tidak akan kem­bali kepada keluarganya lagi.” (HR. Al-Hakim, dan dinyatakan shahih oleh beliau dengan syarat perawi Al-Bukhari).

Jika kemuliaan berjihad di bulan Ramadhan demikian besarnya, beruntunglah saudara-saudara kita yang sedang berjibaku di medan tempur di negeri-negeri mereka yang diserang oleh kaum kafir, seperti di Fili­pina, Kasymir, Palestina, Afghanistan, dan terakhir Irak! Juga ber­untunglah setiap penguasa yang tergerak hatinya, atas dasar iman dan kesungguhan mencari ridha Allah (imanan wahtisâban) yang rela mengirimkan tentara-tentara muslimin dari angkatan ber­senjata yang mereka miliki untuk membebaskan kaum muslimin dan negeri-negeri mereka dari cengkeraman kaum kafir.  Sebab, sudah menjadi kewajiban penguasa muslim untuk menolong saudara-saudara mereka —sekalipun bukan warga negara­nya— dari keganasan kaum kafir.  Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Jika mereka meminta tolong kepadamu atas dasar agama mereka, maka kalian wajib menolongnya.” (QS. Al-Anfal: 72).

Contoh Teladan yang Patut Digugu dan Ditiru

Tahun 223 H. Khalifah Al-Mu’tashim tersentak. Hari itu telah sampai berita tentang pembantaian kaum muslimin oleh tentara Romawi Timur. Kaisar Romawi, Tufail bin Michael dengan seratus ribu pasukannya membantai muslim Kota Zibatroh dan Malthiya, dua kota di perbatasan antara Syam dan Turki. Laki-laki dibunuh, anak-anak disandera, dan kehormatan muslimah dinodai. Mereka juga mencincang tawanan, mencukil mata, memotong telinga dan hidung mereka. Seorang wanita muslimah Bani Hasyim yang ikut mereka sandera menjerit dengan nada pilu, “Duhai Mu’tashim….duhai Mu’tashim…!!!”

Detik itu juga, Khalifah Al-Mu’tashim beranjak dari singgasananya dan mengumumkan mobilisasi umum. Kaum muslimin segera berbondong-bondong datang, mengalir dari seluruh negeri Islam. Setelah semua pasukan siap dengan senjatanya, sang Khalifah bersiap.

Dikumpulkannya seluruh qadhi (hakim) di Baghdad. Di hadapan mereka, dibuatnya wasiat perpisahan; sepertiga harta untuk sedekah, sepertiga untuk anak-anak, dan sepertiganya lagi untuk maulanya.

Iring-iringan pasukan yang sangat besar segera bergerak ke arah musuh. Khalifah sendiri yang memimpin pasukan tersebut. Tepat tanggal 2 Jumadil Ula 223 H, pasukan Islam telah menggelar posisinya di Barat Sungai Dajlah.

Melihat besarnya jumlah kaum muslimin, pasukan Romawi mundur dari daerah yang mereka kuasai. Namun tekad sang Khalifah sudah bulat. Tawanan harus berhasil dibebaskan, nyawa kaum muslimin harus dibayar. “Negeri Romawi manakah yang paling kuat?” Tanya Khalifah Al-Mu’tashim. “Amuriyah, wahai Amirul Mukmin. Sejak Islam lahir, negeri itu belum pernah dijamah oleh kaum muslimin. Bagi Imperium Romawi, negeri itu lebih penting dari Konstantinopel.” Jawab beberapa perwira. “Negeri itu akan kita taklukkan (buka).” Tandas Khalifah dengan tegas.

Hari itu pula, genderang perang ditabuh. Tak ayal lagi, pertempuran berkecamuk dengan dahsyat. Seluruh tentara Islam berjuang dengan gagah berani. Tanggal 6 Ramadhan 223 H, diiringi pekik takbir seluruh tentara Islam yang membahana, Amuriyah jatuh ke tangan kaum muslimin. Semua tawanan berhasil dibebaskan. Tentara Islam menguasai Amuriyah selama 55 hari, kemudian meluluhlantakkannya dan membakarnya, untuk kemudian bergerak ke Thorsus.

Di mana para pemimpin kaum muslimin sekarang?? Wallahu A’lamu bish Shawab.

Reference:

  1. Al-Kamil Fit Tarikh, Imam Ibnul Atsir.
  2. Al-Bidayah wa Nihayah, Imam Ibnu Katsir.
  3. Risalah An-Nuur, Ma’had ‘Aly An-Nuur.
  4. Dan lain-lain.

1 responses to “Ramadhan, Bulan I’dad dan Jihad

  1. Kalau sendiri atau berteman dg.sedikit teman,kurang menumbuhkan kesungguhan. Setelah bergabung dg.komunitas yg.lebih banyak dan berkualitas,maka bisa menumbuhkan semangat untuk bersungguh-sungguh..》

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.