Daily Archives: 17 Juli, 2008

Waktumu Adalah Hidupmu

Mukadimah

Ketahuilah, sesungguhnya manusia akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah swt. atas nikmat-nikmat yang telah Dia berikan kepadanya, dan untuk apa ia pergunakan nikmat-nikmat tersebut. Dalam sebuah hadits disebutkan:

Dari Ibnu Umar dari Ibnu Mas`ud ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Tidak akan tergelincir kaki seorang anak Adam pada hari kiamat dari sisi Rabbnya hingga ia ditanya lima hal: tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang masa mudanya kemana ia gunakan, tentang hartanya dari mana ia mendapatkannya dan kemana ia infakkan, dan apa yang telah ia kerjakan terhadap apa yang telah ia ketahui?” (Hadits shahih/ Shahih Sunan At Tirmidzi, oleh: Al Albani, nomor: 2416).

Hendaknya setiap muslim menyibukkan waktu-waktu hidupnya dalam rangka keta`atan, dan memperbanyaknya sesuai dengan kemampuannya, karena itulah yang bermanfa`at baginya pada hari yang tiada bermanfa`at harta dan anak-anak. Sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadits:

Dari Abdullah bin `Amru ra. bahwasanya Nabi saw. bersabda: “Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat, dan ceritakanlah dari Bani Israil tapi jangan berlebih-lebihan, dan barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka hendaklah ia bersiap-siap mengambil tempat duduknya dalam api neraka.” (Shahih Bukhari, nomor: 3461).

Oleh sebab itu sudah selayaknya bagi penuntut ilmu maupun yang bukan untuk mengetahui sunnah dan menjelaskannya dalam setiap pertemuan. Dan hendaknya setiap muslim menggunakan kesempatan yang ada, apabila ada kesempatan untuk menyebarkan sunnah maka lakukanlah agar engkau mendapatkan pahala dan pahala orang-orang yang mengamalkannya setelah itu hingga hari kiamat.

Sebagian salaf berkata: “Jika engkau mampu untuk tidak mengelakkan kepalamu dari atsar salaf maka lakukanlah.”

Waktu dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah

Dalam banyak ayat Allah bersumpah dengan waktu, seperti dalam firman-Nya :

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian ( Qs Al Ashr : 12 )

Juga firman-Nya :

Demi malam apabila menutupi (cahaya siang), dan siang apabila terang benderang, ( Qs Al Lail : 1-2 )

Dan firman-Nya :

Demi waktu matahari sepenggalahan naik, dan demi malam apabila telah sunyi (gelap ( Qs Ad Duha : 1-2 )

Ayat-ayat di atas menunjukkan betapa pentingnya waktu dalam kehidupan manusia ini, karena Allah tidak bersumpah terhadap sesuatu di dalam Al Qur’an kecuali untuk menunjukkan kelebihan yang dimilikinya.

Bahkan dalam ayat lain Allah menegaskan bahwa dengan menggunakan waktu tersebut seorang hamba bisa mengambil pelajaran dan bersyukur, sebagaiman yang tersebut dalam firman Allah SWT :

Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. ( Al Furqan : 62 )

Tadzakkur berarti mengingat Allah, mengingat nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada kita, mengingat bahwa seorang muslim dalam hidupnya ini mempunyai tujuan yaitu beribadat kepada Allah swt dan memakmurkan dunia ini dengan nilai-nilai yang diletakkan oleh Allah swt, mengingat bahwa kematian adalah sesuatu yang benar-benar akan terjadi pada diri setiap manusia, sehingga dia harus mempersiapkan segalanya untuk menyambutnya. Dengan demikian tadzakkur berarti juga kesempatan untuk mengembangkan diri di dalam kehidupan ini untuk menjadi orang yang bermanfaat bagi manusia, negara, bangsa dan ummat, serta di akherat nanti menjadi pendamping para nabi , syhuhada siddiqun serta sholihun di syurga.

Langkah-langkah efektif dalam mengatur waktu

Langkah Pertama : Isi waku kosong dengan kegiatan yang bermanfaat .

Ada sebuah hikmah mengatakan :

“Kekosongan jika melanda para pemuda yang mempunyai uang, maka akan mengakibatkan kerusakan yang lur biasa .”

Ini dikuatkan dengan hikmah lainnya :

“Pengangguran bagi laki-laki adalah sebuah kelalaian dan bagi perempuan akan menjerumus kepada hal-hal yang negatife ( syahwat ). ”

– Bukankah Istri pejabat yang merayu Nabi Yusuf as. disebabkan karena kekosongan dan kesepian yang menyelimutinya.

– Para dokter menyatakan bahwa 50 % kebahagian hidup bisa di dapat dengan mengisi waktu kosong dengan kegiatan yang bermanfaat. Betapa kita lihat para pekerja kasar di jalan-jalan, para kuli bangunan, para petani di sawah-sawah , para pedagang asongan di terminal-terminal, merasa lebih tenang dan bahagia dibanding dengan anda yang melamun dan tergeletak di atas kasur akibat pengangguran.

– Beberapa penelitian menyebutkan bahwa sebagian orang yang sudah lanjut usia didapatkan masih kelihatan energik dan jarang merasa lesu atau malas, hal itu dikarenakan mereka selalu menyibukkan diri mereka dengan pekerjaan-pekerjaan yang bisa mengembangkan syaraf mereka. Hal ini tidak hanya bermanfaat bagi kesehatan mereka saja, akan tetapi lebih dari itu, menjaga kesehatan otak mereka juga.

Langkah Kedua : Menggunakan satu waktu untuk banyak kegiatan

– Sebuah pepatah mengatakan : “Sambil menyelam minum air”, “Sekali dayung dua atau tiga pulau terlampaui.”

– Para ulama dahulu telah memberikan contoh kepada kita bagaimana memanfaatkan waktu yang terbatas untuk mengerjakan lebih dari satu kegiatan :

  1. Diriwayatkan bahwa Khatib Al Baghdadi salah seorang ulama hadist yang sangat terkenal, jika ia berjalan mesti ditangannya ada sebuah buku yang dibacanya.”
  2. Imam Sulaim Ar Razi , salah seorang ulama Syafi’ah yang meninggal tahun 447 H, selalu mengisi waktu-waktunya dengan pekerjaan yang bermanfaat. Berkata Ibnu Asakir : ” Saya pernah diceritakan oleh guruku : Abu Farj Al Isfirayini bahwa beliau pada suatu saat keluar dari rumahnya untuk suatu keperluan, kemudian tidak berapa lama datang lagi sambil berkata : “Saya telah membaca satu juz dari al Qur’an selama saya di jalan” . Berkata Abu Faraj : “Saya pernah diceritakan oleh Muammil bin Hasan bahwa pada suatu hari ia melihat pena Sulaim Ar Razi rusak dan tumpul, ketika ia memperbaiki penanya tersebut terlihat ia menggerak-gerakkan mulutnya, setelah diselidiki ternyata di membaca Al Qur’an di sela-sela memperbaiki penanya, dengan tujuan agar tidak terbuang begitu saja waktunya dengan sia-sia.”
  3. Abu Al Wafa’ Ibnu Uqail, salah satu tokoh dalam Madzhab Hambali mampu menyingkat waktu makan dengan memilih makan yang praktis, beliau bisa memanfaat perbedaan waktu makan roti kering dengan roti yang diberi air , untuk membaca 50 ayat Al Qur’an.
  4. Abu Al Barakat, kakek Ibnu Taimiyah, jika ia masuk kamar mandi atau WC , ia menyuruh saudaranya untuk membacakan sebuah buku dengan suara keras agar dia bisa mendengarnya.

Untuk saat ini, apa yang dikerjakan oleh para ulama tersebut bisa kita tiru dengan sarana yang lebih mudah, seperti tape, komputer, bahkan USB/Mp3 jauh lebih praktis untuk bisa mendengar ceramah ataupun bacaan Al Qur’an sambil berjalan.

Jepang berhasil menjadi sejajar dengan negara-negara maju lainnya dalam kurun waktu yang relatif singkat, setelah kejatuhan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, hal itu disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah : hobi membaca yang sudah membudaya di negara tersebut, hal ini di dukung dengan menyebarnya jalur kereta listrik ke berbagai pelosok sejak 1950-an yang secara tidak langsung ikut juga memperkuat kecenderungan masyarakat untuk membaca. Orang dapat menghabiskan waktu beberapa jam setiap hari dalam perjalanan dengan kereta.

Langkah Ketiga : Memilih waktu-waktu yang mempunyai keutamaan.

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa di dalam ajaran Islam terdapat waktu-waktu tertentu yang mempunyai keutamaan-keutamaan yang tidak dimiliki oleh waktu-waktu lainnya , seperti :

a. Keutamaan bulan Ramadlan, di dalamnya terdapat 10 malam terakhir yang di dalamnya ada satu malam, yaitu lailat qadr yang mempunyai kadar ibadah 1000 bulan pada malam-malam lainnya.

b. Keutamaan 10 hari pertama dari bulan Dzulhijjah, puncaknya ada pada tanggal 10 Dzulhijjah , Dalam suatu hadist disebutkan bahwa:

c. Hari Jum’at, merupakan sebaik-bak hari dalam seminggu, di dalamnya banyak keutamaan, yang jika seorang muslim mampu memanfaatkan dengan sebaik-baiknya, niscaya akan mendapatkan pahala yang sangat banyak sekali. Di dalamnya ada satu jam yang jika seorang muslim berdoa, niscaya Allah akan mengabulkannya.

d. Waktu sahur, tepatnya pada sepertiga terakhir malam hari.

Oleh karena itu para salaf sholeh mengibaratkan sholat 5 waktu sebagai timbangan harian, hari Jum’at sebagai timbangan mingguan, bulan Ramadlan sebagai timbangan tahunan, sedangkan haji sebagai timbangan seumur hidup. Mereka sangat memperhatikan bagaimana hariannya bisa terjaga dengan baik, setelah berhasil, mereka berusaha menjaga mingguannya, setelah berhasil, mereka berusaha untuk menjaga tahunannya , setelah berhasil mereka menjaga umurnya, dan itulah misk khitam ( penutup yang baik )

Masalah ini, kalau kita kembangkan dalam kehidupan sehari-hari kita, maka kita sholat lima waktu sebagai barometer kegiatan kita sehari-hari, sebagai contoh : kegiatan menghafal atau mengulangi hafalan Al Qur’an. Ternyata dengan mengikuti jadwal sholat lima waktu terbukti kegiatan kita sangat efektif, karena seorang muslim tentunya tidak pernah meninggalkan sholat lima waktu. Agar terasa lebih ringan, hendaknya setiap sholat dibagi menjadi dua bagian, sebelum sholat dan sesudahnya. Sebelum sholat , yaitu : sebelum adzan, dan waktu antara adzan dan iqamah . Apabila dia termasuk orang yang rajin ke masjid, sebaiknya pergi ke masjid sebelum adzan agar waktu untuk mengulangi hafalannya lebih panjang. Kemudian setelah sholat, yaitu setelah membaca dzikir ba’da sholat atau dzikir pagi pada sholat shubuh dan setelah dzikir sore setelah sholat Ashar. Seandainya saja, ia mampu mengulangi hafalannya sebelum sholat sebanyak seperempat juz dan sesudah sholat seperempat juz juga, maka dalam satu hari dia bisa mengulangi hafalannya sebanyak dua juz setengah. Kalau bisa istiqamah seperti ini, maka dia bisa menghatamkan hafalannya setiap dua belas hari, tanpa menyita waktunya sama sekali. Kalau dia bisa menyempurnakan setengah juz sisanya pada pada sholat malam atau sholat-sholat sunnah lainnya, berarti dia bisa menyelesaikan setiap harinya tiga juz, dan dengan demikian dia bisa menghatamkan Al Qur’an pada setiap sepuluh hari sekali. Banyak para ulama dahulu yang menghatamkan hafalannya setiap sepuluh hari sekali.

Oleh : Tengku Azhar, Lc.

Wallahu A’lam

Reference:

1. Manajemen Waktu, Dr. Ahmad Zain.

2. 24 Jam Bersama Allah, Syaikh Muhammad Hasan Yusuf.

3. Waktumu Adalah Hidupmu, DR. Shalahuddin Mahmud.

Bila Emansipasi Berbuah Eksploitasi (Trik Kaum Kuffar Untuk Menjajah Wanita)

Prolog

Di Negara-negara Eropa ataupun Amerika derajat wanita seolah-olah atau bisa dikatakan secara mutlak adalah sama dengan laki-laki, sehingga banyak sekali terjadi berbagai kerusakan, pembunuhan ataupun kejahatan lainnya dikarenakan saling berebut dalam lintas sosial maupun politik.Sementara di negeri Timur sebagaimana digambarkan oleh syaikh Muhammad Quthub, adanya tuntutan hak-hak wanita (emansipasi) dan tuntutan persamaan secara menyeluruh dengan kaum laki-laki sehingga dengan enteng diantara mereka ada yang mengatakan, “Sesungguhnya Islam telah menyamakan antara dua jenis dalam segala perkara.” Sementara yang lain (karena kebodohan dan kelalaian)nya mengatakan, “Sesungguhnya Islam adalah musuh bagi kaum wanita, mengurangi kehormatan dan menghinakan kemuliaannya.” (Syubhat Haulal Islam, hal. 106)

Syaikh Muhammad Al-Ghazali menyebutkan, bahwa diantara kaum wanita ada yang mengatakan, “Sesungguhnya Islam menganiaya wanita dengan memberikan hak kekuasaan sepenuhnya bagi kaum laki-laki atas penceraian istrinya kapan saja dia kehendaki sehingga bagi wanita kekuasaan ini bagaikan pedang yang akan menebas lehernya, mengancam dan menghinakannya.” (Qadhaya Al-Mar’ah, hal. 58)

Menanggapi hal tersebut beliau mengatakan, “Mungkin di masa yang akan datang seorang laki-laki akan mengira bahwa Islam memanjakan kaum wanita dan memudahkan baginya segala perkara, sehingga dia akan berbuat semaunya sendiri, merasa congkak dan cerai darinya lalu meninggalkan rumah begitu saja.”

Syaikh Ali Ath-Thanthawi menyatakan, “Mereka yang menggembor-gemborkan emansipasi dan pergaulan bebas atas nama kemajuan adalah pembohong, dilihat dari dua sebab:

Pertama, karena semua itu mereka lakukan untuk memberikan kepuasan (syahwat) kepada diri mereka sendiri, memberikan kenikmatan melihat anggota badan yang terbuka dan kenikmatan-kenikmatan lain yang mereka bayangkan. 0leh karena itu mereka bertopeng dengan kalimat yang mengagumkan, yang sama sekali tidak ada artinya; kemajuan, modernisasi, kehidupan kampus, jiwa olah raga dan ungkapan-ungkapan lain yang kosong tanpa makna, bagaikan gendang (air beriak tanda tak dalam, pen.).

Kedua, mereka berbohong karena bermakmum kepada Eropa sebagai suluh, dan mereka tidak dapat memahami kecuali berdasarkan Eropa. (Putriku, Kembalilah ke Jalan Tuhanmu, hal. 16)

Pengertian Emansipasi

Emansipasi berasal dari bahasa latin “emancipatio” yang artinya pembebasan dari tangan kekuasaan. Di zaman Romawi dulu, membebaskan seorang anak yang belum dewasa dari kekuasaan orang tua, sama halnya dengan mengangkat hak dan derajatnya.

Adapun makna emansipasi wanita adalah perjuangan sejak abad ke-14 M, dalam rangka memperoleh persamaan hak dan kebebasan seperti hak kaum laki-laki (Lihat kamus ilmiyah populer hal. 74-75)

Jadi para penyeru emansipasi wanita menginginkan agar para wanita disejajarkan dengan kaum pria di segala bidang kehidupan, baik dalam pendidikan, pekerjaan, perekonomian maupun dalam pemerintahan.

Sejarah Emansipasi Wanita di Dalam Islam

Dr. Syamsudin Arif dalam tulisannya di Majalah Hidayatullah menyatakan, “Di dunia Islam, wacana emansipasi pertama kali digulirkan oleh Syaikh Muhammad Abduh (1849-1905 M). Tokoh reformis Mesir ini menekankan pentingnya anak-anak perempuan dan kaum wanita mendapatkan pendidikan formal di sekolah dan perguruan tinggi, supaya mereka mengerti hak-hak dan tanggung-jawabnya sebagai seorang Muslimah dalam pembangunan Umat.

Pandangan yang sama dinyatakan juga oleh Hasan At-Turabi dari Sudan. Menurutnya, Islam mengakui hak-hak perempuan di ranah publik, seperti kebebasan mengemukakan pendapat dan memilih, berdagang, menghadiri shalat berjama’ah, ikut ke medan perang dan lain-lain.

Ulama lain yang berpandangan kurang lebih sama adalah Syaikh Mahmud Syaltut, Sayyid Quthb, Syaikh Yusuf Al-Qardhawi dan Jamal A. Badawi. Sudah barang tentu para tokoh ini mendasari pendapatnya pada ayat-ayat Al-Qur’an dan Al-Hadits.

Namun ada juga yang menggunakan pendekatan sekular, yaitu Qasim Amin. Intelektual satu ini disebut-sebut sebagai ‘bapak feminis Arab’. Dalam bukunya yang kontroversial, Tahriru l-Mar’ah (Kairo, 1899) dan al-Mar’ah al-Jadidah (Kairo, 1900), ia menyeru emansipasi wanita ala Barat. Untuk itu, kalau perlu, buanglah jauh-jauh doktrin-doktrin agama yang konon menindas dan membelenggu perempuan, seperti perintah berjilbab, poligami, dan lain sebagainya.

Gagasan-gagasan Qasim Amin telah banyak disanggah dan ditolak. Syekh Mahmud Abu Syuqqah dalam karya monumentalnya, Tahrirul Mar’ah fi ‘AshrirRisalah (Kuwait, 1991), membuktikan bahwa tidak seperti yang sering dituduhkan, agama Islam ternyata sangat emansipatoris. Setelah melakukan studi intensif atas literatur Islam klasik, beliau mendapati bahwa ternyata kedatangan Islam telah menyebabkan terjadinya revolusi gender pada abad ke-7 Masehi.

Agama samawi terakhir ini datang memerdekakan perempuan dari dominasi kultur Jahiliyah yang dikenal sangat zalim dan biadab itu. Abu Syuqqah juga menemukan bahwa pasca datangnya Islam kaum wanita mulai diakui hak-haknya sebagai layaknya manusia dan warganegara (bukan sebagai komoditi), terjun dan berperan aktif dalam berbagai sektor, termasuk politik dan militer.

Kesimpulan senada juga dicapai oleh para peniliti Barat (Lihat misalnya: Dorothy van Ess, Fatima and Her Sisters (New York, 1961); Magali Morsy, Les Femmes du Prophete (Paris, 1989); D.A. Spellberg, Politics, Gender, and the Islamic Past: the Legacy of ‘A’isha bint Abi Bakr (New York, 1994).

Dengan kata lain, gerakan emansipasi perempuan dalam sejarah peradaban manusia sebenarnya dipelopori oleh risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.

Islam datang mengeliminasi adat-istiadat Jahiliyah yang berlaku pada masa itu, seperti mengubur hidup-hidup setiap bayi perempuan dilahirkan, mengawini perempuan sebanyak yang disukai dan menceraikan mereka sesuka hati, sampai pernah ada kepala suku yang mempunyai tujuh puluh hingga sembilan puluh istri. Nah, semua ini dikecam dan dihapuskan untuk selama-lamanya.

Sebagaimana dimaklumi, masyarakat Arab zaman Jahiliyyah mempraktekkan bermacam-macam pola perkawinan. Ada yang disebut nikah ad-dayzan, dimana anak sulung laki-laki dibolehkan menikahi janda (istri) mendiang ayahnya.

Caranya sederhana, cukup dengan melemparkan sehelai kain kepada wanita itu, maka saat itu juga dia sudah mewarisi ibu tirinya itu sebagai isteri. Kadangkala dua orang bapak saling menyerahkan putrinya masing-masing kepada satu sama lain untuk dinikahinya.

Praktek ini mereka namakan nikah as-syighār. Ada juga yang saling bertukar isteri hanya dengan kesepakatan kedua suami tanpa perlu membayar mahar, yaitu nikah al-badal.

Selain itu ada pula yang dinamakan zawaj al istibdhā‘, dimana seorang suami boleh dengan paksa menyuruh isterinya untuk tidur dengan lelaki lain sampai hamil dan setelah hamil sang isteri dipaksa untuk kembali kepada suaminya semula, semata-mata karena mereka ingin mendapatkan bibit unggul dari orang lain yang dipandang mempunyai keistimewaan tertentu.

Bentuk-bentuk pernikahan semacam ini jelas sangat merugikan dan menindas perempuan. (Lihat: W.R. Smith, Kinship and Marriage in Early Arabia (London, 1907).

Gerakan feminis radikal rupanya berpengaruh juga di kalangan Muslim. Kita mengenal nama-nama Fatima Mernissi dari Marokko (penulis buku Beyond the Veil), Nawal al-Saadawi dari Mesir (penulis buku The Hidden Face of Eve), Riffat Hasan (pendiri yayasan perlindungan perempuan The International Network for the Rights of Female Victims of Violence di Pakistan), Taslima Nasreen dari Bangladesh (penulis buku Amar Meyebela), Amina Wadud dari Amerika Serikat yang sempat membuat heboh beberapa waktu lalu, Zainah Anwar dari Sisters In Islam Malaysia, Siti Musdah Mulia dari Indonesia dan masih banyak lagi.

Faktor Munculnya Feminisme Radikal Sekular

Sedikitnya ada tiga faktor yang melatarbelakangi munculnya gerakan feminisme radikal ini. Pertama, imbas dari apa yang telah terjadi di negara-negara Barat. Kedua, kondisi masyarakat di negara-negara Islam saat ini yang masih terbelakang dan memprihatinkan, terutama nasib kaum wanitanya. Ketiga, dangkalnya pemahaman kaum feminis radikal tersebut terhadap sumber-sumber Islam. Semua ini tentu sangat kita sesalkan.

Kalau tokoh-tokoh seperti Muhammad Abduh dan Yusuf al-Qaradhawi menyeru orang untuk kembali kepada ajaran al-Qur’an dan Sunnah dalam soal gender, maka kaum feminis radikal malah mengajak orang untuk mengabaikannya.

Bagi para ulama, ketimpangan dan penindasan yang masih sering terjadi di kalangan Umat Islam lebih disebabkan oleh praktek dan tradisi masyarakat setempat, ketimbang oleh ajaran Islam. Namun bagi feminis radikal, yang salah dan harus dikoreksi itu adalah ajaran Islam itu sendiri, yang dikatakan mencerminkan budaya patriarkis. Di sinilah nampak kedangkalan pemahaman mereka.

Berbuah Eksploitasi dan Pelecehan

Setelah kaum wanita lulus dalam pendidikan formal, maka tibalah gilirannya tuntutan untuk bekerja. Tidak mau kalah dengan kaum laki-laki. Maka merekapun memasuki sektor-sektor pekerjaan kaum laki-laki, bercampur baur dengan mereka, yang sudah pasti hal ini akan menimbulkan berbagai dampak negatif, antara lain :

1. Timbulnya pengangguran bagi kaum pria. Sebab lapangan pekerjaan telah dibanjiri oleh kebanyakan kaum wanita.

2. Pecahnya keharmonisan rumah tangga. Sebab sang ibu lalai dengan tugas-tugas utamanya dalam rumah, seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah, melayani suami dan anggota keluarga. Akibatnya, rumah tangga-pun berantakan tak terurus.

3. Keadaan perkembangan anak kurang terkontrol. Lantaran ayah dan ibu sibuk bekerja di luar rumah. Dari celah inilah, akhirnya muncul dengan subur kenakalan anak-anak dan remaja.

4. Terjadinya percekcokkan dan perseteruan antara suami istri dikarenakan ketika suami menuntut pelayanan dari sang istri dengan sebaik-baiknya, si istri merasa capek dan lelah, lantaran seharian kerja di luar rumah.

5. Terjadinya perselingkuhan. Karena di tempat kerja, tidak ada lagi larangan bercampur antara lain jenis, dandanan yang menggoda lawan jenisnya dan selainnya dari malapetaka yang hanya Allohlah Maha mengetahuinya. Semoga Alloh memberi petunjuk kepada kita semua. Semestinya, kaum wanita menjadikan rumahnya seperti istananya, karena memang itulah (rumah) medan kerja mereka. Alloh berfirman :

“Dan hendaklah kamun tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu. (Al-Ahzab : 33)

Jadi, seorang istri merupakan tanggungan suami, begitu juga seorang putri, tanggungan orang tua. Karenanya, apabila seorang wanita memaksakan dirinya untuk bekerja menjadi wanita karir –misalnya-, maka pada hakikatnya dia telah merusak citra dirinya sendiri, karena bagaimanapun juga, wanita tidak bakalan sanggup menandingi kaum pria dalam sega pekerjaan lantaran beberapa kelemahan yang ada pada diri wanita, seperti, kekuatan fisik yang lemah, mengalami haidh, hamil, melahirkan, nifas, menyusui, mengasuh anak, sehingga mereka tidak punya waktu penuh dan tenaga ekstra kuat yang mampu mengimbangi kaum laki-laki. (lihat Mas’uliyatul Mar’atil Muslimah hal. 78)

Dan tentunya masih banyak yang lainnya. Wallahu A’lam.

Oleh: Tengku Azhar, Lc.

Reference

1. Buletin Dakwah Al-Furqon edisi 2 Th I 1422 H.

2. www.hidayatullah.com

3. Wanita Karir Dalam Tinjauan Syar’i, oleh Nurrohim.

4. Dan lainnya.